Kenaikan Harga BBM dan Perlindungan Sosial
Sesungguhnya Pemerintah Indonesia memiliki pengalaman yang sangat kaya dalam mengelola pengurangan subsidi energi, khususnya Subsidi BBM, dengan tertib dan tanpa gejolak.
Sejak tahun 2005, pemerintah sudah beberapa kali menyesuaikan harga BBM dan menjadikannya kesempatan untuk menata skema perlindungan sosial yang lebih baik.
Di tengah ramainya wacana untuk menaikan harga BBM, ada baiknya kita melihat kembali pengalaman pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM.
Evolusi Program
Pada awal 2005, dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) menghadapi tantangan naiknya harga minyak dunia. Melihat pengalaman sebelumnya bahwa menaikkan harga BBM selalu menimbulkan berbagai protes, pemerintah berencana memberikan kompensasi langsung kepada rumah tangga (RT) miskin dan rentan.
Yang menjadi kendala pada saat itu adalah belum tersedianya data RT miskin dan rentan untuk penyaluran kompensasi. Karena itu, pada Maret 2005 pemerintah hanya melakukan penyesuaian harga BBM 29 persen dan tak menaikkan harga minyak tanah yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat miskin dan rentan.
Segera setelah kenaikan harga BBM Maret 2005, pemerintah meminta Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendekatan RT miskin dan rentan. Dalam waktu kurang dari enam bulan, BPS berhasil menyelesaikan pendataan 19,1 juta RT miskin dengan nama dan alamat. Pencacahan dilakukan dengan menggunakan quesioner sederhana yang diikuti dengan proses perangkingan.
Dengan tersedianya daftar RT ini, pemerintah memberikan kompensasi berupa bantuan langsung tunai (BLT) Rp. 100.000 per bulan selama satu tahun. Karena dimungkinkan untuk memberikan kompensasi, pada Oktober 2005, pemerintah menaikkan harga BBM 114 persen, termasuk menaikkan harga minyak hampir tiga kali lipat. Pemberian BLT terbesar di dunia dan merupakan awal dari pelaksanaan program bantuan sosial bersasaran.
Pemerintah SBY-Boediono menghadapi tantangan kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2013. Perbaikan program perlindungan sosial menjadi lebih terkoordinasi karena sebelumnya, pada 2010, pemerintah menerbitkan Perpres No. 15/2010 tentang percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Perpres ini mengamanatkan dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memperbaiki sistem penargetan nasional untuk perlindungan sosial serta memperbaiki pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, termasuk perlindungan sosial.
Pekerjaan pertama TNP2K adalah bersama BPS memutakhirkan data RT hasil survei tahun 2005 melalui penyempurnaaan metodologi pencacahan dan perangkingannya. Dalam RT miskin dan rentan itu dirangkum dalam basis data terpadu (BDT) perlindungan sosial yang berisikan daftar dan informasi 40 persen RT dengan kondisi sosial ekonomi terbawah, by name by address.
Sebagai bagian dari penyaluran kompensasi kenaikan BBM 2013, pemerintah memperkenalkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dibagikan pada 15,5 juta RT atau 25 persen RT dengan kondisi sosial ekonomi terbawah. KPS ini dapat digunakan untuk mengambil bantuan langsung sementara masyarakat di Kantor Pos sebesar Rp. 150.000 per RT selama empat bulan.
Selain itu, KPS juga dapat digunakan untuk mendapatkan raskin, bantuan siswa miskin (BSM), serta bantuan jaminan Kesehatan Nasional (JKN). KPS merupakan kartu tunggal pertama bagi RT miskin untuk mengakses berbagai program perlindungan sosial.
Dalam janji kampanyenya, Joko Widodo bertekad menjadikan pembangunan infrastruktur prioritas utama. Begitu memenangi Pilpres 2014, Jokowi membentuk tim transisi dengan tugas utama merumuskan langkah pengalihan subsidi sekaligus menyempurnakan program perlindungan sosial. Pada saat itu subsidi energi mencapai Rp. 350 triliun, sementara anggaran infrastruktur hanya Rp. 155 triliun dan anggaran kesehatan Rp. 38 Triliun. Wapres Boediono memerintahkan sekretariat TNP2K membantu secara penuh tim transisi ini.
Setelah berkali-kali melakukan pertemuan yang kadang kala penuh dengan perdebatan, sekretariat TNP2K mengusulkan beberapa opsi pemberian bantuan sosial. Usulan itu dikomunikasikan Ketua Tim Transisi ke Presiden. Setelah beberapa kali menerima laporan terkait strategi besar untuk pengalihan subsidi BBM, Presiden memutuskan dan memberikan arahan sebagai berikut.
Pertama, narasi yang dibangun dalam rangka pengurangan subsidi BBM adalah "mengalihkan subsidi konsumtif menjadi subsidi produktif". Kedua, hal ini merupakan era baru peningkatan kesejahteraan masyarakat kurang mampu. Ketiga, melindungi dan memberdayakan masyarakat kurang mampu melalui: simpanan produktif, keberlanjutan pendidikan anak, jaminan kesehatan, serta kesempatan berusaha dan bekerja. Keempat, menggunakan teknologi untuk menjangkau masyarakat mampu.
Pesan besar yang ingin disampaikan adalah: pengurangan subsidi BBM untuk meningkatkan martabat keluarga kurang mampu dengan memberdayakan dan melindungi, tidak sekadar charity.
Arahan Presiden dilaksanakan melalui empat program, sekaligus dilakukan peluncuran tiga kartu sakti Jokowi yang terkenal itu. Pertama, Simpanan Keluarga Sejahtera, menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang merupakan kartu layanan perbankan. Kedua, Bantuan siswa Kurang mampu, menggunakan Kartu Indonesia Pintar. Ketiga, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menggunakan Kartu Indonesia Sehat. Keempat, penciptaan kegiatan produktif keluarga melalui pemberian bantuan dan pendampingan bagi keluarga untuk menjalankan kegiatan produktif.
Semua program dijalankan dengan prinsip program bersasaran (targeted program) menggunakan 15,5 juta RT pemegang Kartu Perlindungan Sosial yang datanya diambil dari basis Data Terpadu (BDT). Gagasan Presiden Jokowi tentang penggunaan kartu sakti ini merupakan tonggak pemberian jaminan sosial menyeluruh kepada masyarakat miskin dan rentan. Pengalihan subsidi konsumtif untuk pembangunan infrastruktur yang tersebar di seluruh Tanah Air sekaligus menata program perlindungan sosial. Pengalihan dilakukan secara elegan dan tanpa gejolak.
Pemerintah Jokowi-JK juga memiliki pengalaman dalam mengurangi sibsidi dan listrik pada 2017. Subsidi listrik hanya akan diberikan kepada mereka yang ada dalam BDT perlindungan sosial. Presiden memberikan arahan, pembenahan subsidi listrik dilakukan hanya untuk pelanggan 900 VA, sementara untuk subsidi pelanggan 450 VA tak dilakukan perubahan karena mayoritas pelangggannya RT miskin dan rentan. Pembenahan ini dilakukan tanpa gejolak dan penghematan yang dihasilkan Rp 22 triliun.
Meringankan Dampak
Presiden berkali-kali menyatakan pemerintah tak anti subsidi, tetapi subsidi harus tepat sasaran diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Kenyataannya, 80 persen subsidi Pertalite di nikmati mereka yang mampu, sementara RT miskin dan rentan hanya menikmati 20 persen dari subsidi. ini tidak adil. Keseluruhan subsidi energi yang berjumlah Rp. 502 triliun saatnya dialihkan kepada mereka yang miskin rentan. Saat ini pemerintah dalam posisi yang jauh lebih siap dalam mengalihkan subsidi kepada RT miskin dan rentan.
Penyesuaian harga BBM tak perlu dilakukan sekaligus. Dari simulasi yang dilakukan, kenaikan 30-35 persen harga BBM hanya memerlukan sekitar Rp. 100.000/bulan/keluarga untuk menjaga agar tingkat kesejahteraan RT miskin dan rentan tak menurun. Potensi penghematan APBN Rp. 125 triliun per tahun. Apabila diinginkan memberikan bantuan hanya kepada 25 persen RT terbawah atau 15,5 juta RT, dibutuhkan Rp. 1,5 triliun per bulan atau Rp. 9 triliun apabila diberikan selama enam bulan, jauh lebih kecil dari penghematan yang didapat.
Untuk melengkapi perlindungan sosial yang telah ada, masih banyak yang dapat dilakukan. Salah satunya, pemberian santunan kepada lansia. Tingkat kemiskinan tertinggi terdapat pada kelompok lansia. Tingkat kemiskinan pada lansia 70-79 tahun adalah 14 persen, sementara pada usia 80 tahu8n ke atas mencapai 17 persen (BPS, 2021).
Selain itu, perluasan santunan kepada penyandang disabilitas dapat dipertimbangkan. Diperkirakan ada 25 juta penyandang disabilitas, sebagian telah diberikan santunan melalui Program Keluarga Harapan. Perluasan cakupan santunan kepada kelompok lansia dan penyandang disabilitas berpotensi menurunkan tingkat kemiskinan.
Dalam jangka panjang pemberian perlindungan sosial perlu dilakukan melalui lembaga resmi seperti BPJS Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Indonesia perlu segera menata perlindungan sosial menuju Perlindungan Sosial sepanjang Hayat bagi semua. Agar tingkat kemiskinan lansia dapat diturunkan, kemudahan dalam mengikuti program jaminan hari tua dan pensiun perlu diberikan kepada seluruh kelompok pekerja, termasuk pekerja informal. Program Jaminan Hari Tua dan pensiun formal perlu diperkenalkan sejak usia dini dan dilakukan berbasis kontribusi.
Ketepatan Sasaran dan Komunikasi Publik
Faktor kunci keberhasilan pengalihan Subsidi BBM kepada RT miskin dan rentan adalah ketepatan sasaran. Menurut BPS, hanya 57,5 persen RT di desil pertama dan menerima program bantuan sosial. Tingkat kemiskinan Maret 2022 adalah 9,54 persen, artinya semua RT miskin berada pada desil pertama.
Pemeringkatan data RT untuk menjamin ketepatan sasaran jadi kunci mengingat pemerintah bertekad menghapuskan kemiskinan ekstrem pada kahir 2024, menurut BPS, 2,04 persen. Dengan terbitnya Inpres No. 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang ditandatangani Presiden 8 Juni 2022, penyediaan data mutakhir dengan exlusion error yang jauh lebih kecil dapat diketahui.
Keberhasilan mengelola pengurangan subsidi BBM tak terlepas dari komunikasi publik yang efektif. Sangat penting membangun narasi penyampaian pesan yang kuat bahwa tujuan pengalihan subsidi BBM semata-mata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta berkelanjutan pembangunan di masa depan. Penyampaian pesan dengan baik yang benar kepada semua pihak, termasuk mereka yang akan terdampak, harus terus menerus dilakukan.
Dengan berbagai perangkat perlindungan sosial yang tersedia, sudah saatnya sebagian dari subsidi energi sebesar Rp 502 triliun dialihkan kepada mereka yang paling membutuhkan. Mengacu pada pengalaman kita sendiri, dengan tersedianya perlindungan sosial yang tepat sasaran serta komunikasi publik yang baik, pengalihan subsidi BBM dapat diterima semua pihak.
Dikutip dari Kompas yang ditulis oleh Bambang Widianto Sekretaris Eksekutif TNP2K 2010-2020.
Komentar
Posting Komentar