Metode Penelitian, Paket Kebijakan Ekonomi I, Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Indonesia, Analisis Kebijakan Ekonomi Indonesia
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Moloeng penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dengan cara deskripsi dengan kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah.
Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif analitik, yang akan menggambarkan serta menganalisa bagaiamana Indonesia melakukan persiapan dalam menghadapi Krisis ekonomi global EAC pada tahun 2015 dan Trans Pasific Partnership tahun 2016. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang diperoleh dari literatur, buku, jurnal, laporan resmi dan informasi dari jaringan internet yang terkait dengan pembahasan masalah. teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) dengan mencari dan mengumpulkan data-data sekunder yang bersumber dari buku-buku, surat kabar, data online dan referensi lainnya yang tingkat validitasnya terhadap permasalahan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif dengan menggunakan metode content analysis, yaitu dengan menjelaskan dan menganalisis dari sumber-sumber yang ada, dengan catatan data-data tersebut saling berhubungan satu sama lain dengan permasalahan yang diteliti.
Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Indonesia
Paket Kebijakan Ekonomi I
Paket Kebijakan ekonomi I disampaikan pada 9 September 2015. Fokusnya terletak pada tiga hal, yakni meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional, dan mendorong investasi di sektor properti.
Untuk mendorong daya saing industri, Presiden menyebutkan bahwa terdapat 89 dari 154 peraturan penghambat daya saing industri yang akan dirombak. Kebijakan deregulasi ini diharapkan Presiden dapat menghilangkan tumpang tindih antaraturan dan duplikasi kebijakan.
Terkait percepatan proyek strategis nasional, Jokowi memastikan pemerintah akan menghilangkan berbagai hal yang selama ini menyumbat pelaksanaannya. Hal yang dilakukan antara lain adalah penyederhanaan izin, penyelesaian masalah tata ruang, percepatan pengadaan barang dan jasa, serta pemberian diskresi yang menyangkut hambatan hukum.
Mengenai fokus yang ketiga, Pemerintah akan mendorong pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, peluang investasi yang lebih besar di sektor properti juga akan dibuka. Hal ini dilakukan untuk menggerakkan sektor riil yang merupakan pondasi lompatan kemajuan perekonomian negara.
Presiden Joko Widodo mengarahkan paket kebijakan ekonominya untuk fokus pada upaya meningkatkan investasi. Bentuk upaya ini adalah deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk mempermudah investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).
Secara umum, Paket Kebijakan Ekonomi II meliputi empat hal. Pertama, kemudahan layanan dalam pemberian izin investasi (menjadi 3 jam) di kawasan industri. Dalam kurun waktu tiga jam, investor dapat mengetahui izin investasinya dikabulkan atau tidak.
Kedua, pemangkasan durasi untuk mengurus tax allowance dan tax holiday. Sebuah investasi dapat menerima tax allowance atau tidak akan diputuskan maksimal 25 hari. Untuk tax holiday, pengesahannya hanya menghabiskan waktu maksimal 45 hari.
Ketiga, pemerintah tidak akan memungut PPN untuk alat transportasi. Pemerintah tidak akan memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah galangan kapal, kereta api, pesawat, dan suku cadangnya. Hal ini dipatenkan oleh PP nomor 69 tahun 2015.
Keempat, insentif berupa fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat. Dengan adanya pusat logistik, maka perusahaan manufaktur tidak perlu impor/mengambil barang dari luar negeri karena cukup mengambilnya dari gudang berikat.
Kelima, insentif pengurangan pajak bunga deposito. Namun, pengurangan pajak bunga deposito hanya berlaku bagi para eksportir yang berkewajiban melaporkan devisa hasil ekspor (DHE) ke Bank Indonesia.
Terakhir, perampingan izin sektor kehutanan. Izin untuk keperluan investasi dan produktif sektor kehutanan akan berlangsung lebih cepat. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan 14 izin pada sektor terkait. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi II, jumlah izin dipangkas menjadi 6 izin.
Paket kebijakan ekonomi III berfokus pada tiga wilayah kebijakan. Tiga wilayah tersebut adalah sektor migas, sektor agraria, dan sektor kredit usaha rakyat (KUR).
Pada sektor energi, yang terkena dampak kebijakan ialah bidang bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar gas, dan tarif listrik bagi industri. Paket Kebijakan Ekonomi 3 menurunkan harga untuk sumber-sumber energi yang telah disebutkan. Diharapkan, penurunan tarif energi dapat memangkas biaya produksi barang sehingga harganya lebih murah dan daya beli masyarakat meningkat.
Sementara di bidang pertanahan, yang disorot adalah penyederhanaan izin pertanahan untuk kepentingan investasi. Karenanya, Pemerintah melakukan penyederhanaan terhadap proses perijinan, perpanjangan perijinan, dan prosedur bagi investor yang mengajukan ijin untuk hak guna usaha.
Pada sektor KUR, paket ekonomi III melakukan perluasan terhadap penerima kredit usaha rakyat. Perluasan ini diharapkan akan mampu menggerakkan sektor riil melalui usaha mikro, kecil, dan menengah/UMKM.
Paket Kebijakan Ekonomi IV berfokus pada sektor ketenagakerjaan dan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah menjamin sistem pengupahan para pekerja atau buruh nantinya tidak masuk dalam kategori upah murah dan akan ada kenaikan setiap tahunnya. Pemerintah juga menjamin bahwa kebijakan ini tidak akan memberatkan para pengusaha.
Jadi peningkatan kesejahteraan pekerja atau buruh merupakan unsur berikutnya dari penetapan peraturan ini. Pertama, negara hadir dalam bentuk pemberian jaring pengaman atau safety net. Melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula. Kehadiran negara dalam hal ini memastikan pekerja atau buruh tidak terjatuh kedalam upah murah. Tetapi kepada pengusaha juga ada kepastian dalam berusaha.
Pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ingin memberikan dukungan kepada Usaha Kecil Menengah yang berorientasi ekspor maupun yang terlibat dalam kegiatan itu. Bentuk dukungannya itu adalah berupa kredit modal kerja dengan tingkat bunga lebih rendah dari tingkat bunga komersial.
Paket Kebijakan Ekonomi V berfokus pada insentif keringanan pajak dalam revaluasi aset perusahaan, baik di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pihak swasta. Revaluasi yang dimaksud adalah penyesuaian kembali nilai aset perusahaan sesuai dengan nilai wajar terkini. Selain itu, kebijakan kedua dalam Paket Kebijakan Ekonomi V adalah penghapusan pajak ganda untuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate atau yang biasa disebut REITs (Real Estate Investment Trust).
Selama ini perusahaan tidak mau melakukan revaluasi aset karena tarif pajaknya cukup tinggi. Padahal, pemberlakuan revaluasi aset terutama untuk aset properti, dapat membuat nilai aset perusahaan meningkat.
Apabila mereka melakukan revaluasi, maka itu akan meningkatkan kapasitas mereka, akan membuat kapasitas dan performa finansial meningkat dalam jumlah signifikan. Bahkan, dia pada tahun-tahun berikutnya bisa membuat profit lebih besar. Jumlah aset nya meningkat. Katakan 100%, atau 200%, bisa juga lebih. Revaluasi yang dimaksud adalah penyesuaian kembali nilai aset perusahaan sesuai dengan nilai wajar terkini. Lazimnya pajak penghasilan (PPh) untuk keperluan revaluasi aset dipatok 10 persen, namun periode tertentu tarif tersebut dipangkas.
Sebagaimana disebutkan di atas, kebijakan kedua dalam Paket Kebijakan Ekonomi V ini adalah penghapusan pajak ganda untuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate atau yang biasa disebut REITs (Real Estate Investment Trust). Kebijakan ini mencakup surat berharga yang biasa diterbitkan perusahaan dengan jaminan atau underlying asset berupa properti atau infrastruktur.
Bambang menambahkan, "Dengan PMK yang akan segera kami keluarkan minggu depan, maka pajak berganda terutama untuk perusahaan dengan maksud khusus akan dihilangkan jadi single tax. Jadi diharapkan dengan adanya ini, instrumen KIK DIRE bisa muncul di pasar modal Indonesia, dan bisa menarik investasi yang selama ini dilakuan di luar negeri."
Pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin memperkuat stabilitas ekonomi di tengah kelesuan perekonomian dunia yang juga berimbas ke Indonesia.
Paket akan terus kita lanjutkan dengan Bank Indonesia juga dengan OJK. Dari 1,2,3,4,5 nanti akan dilanjutkan lagi dengan 6,7,8 mungkin sampai 100. Mungkin sampai 200. Mungkin sampai 300 kesekian. Tapi yang jelas, konsistensi pemerintah saat ini adalah ingin memberikan kesan kuat bahwa kita niat melakukan transformasi fundamental ekonomi nasional. Pemerintah menginginkan agar masyarakat dan pelaku usaha tahu bahwa pemerintah mereform regulasi dan debirokratisasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen. Sementara nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Negara untuk periode Juli-September 2015 senilai Rp. 2.311,2 triliun. Realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal III ini lebih baik dibanding pencapaian di kuartal sebelumnya. Tercatat, pada kuartal II 2015 pertumbuhan ekonomi RI di level 4,67 persen dan di kuartal I 2015 tercatat 4,72 persen.
Pertumbuhan ekonomi kuartal III tercatat 4,73 persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi sampai dengan kuartal III ini sebesar 4,71 persen. Sementara nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) di angka Rp 2.311,2 triliun dan atas dasar harga berlaku (ADHB) di angka Rp 2.982,6 triliun.
Pertumbuhan ekonomi tersebut masih melambat karena tekanan faktor eksternal dan internal. Dari dalam negeri, ada beberapa penyebabnya, seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah pada kuartal III 2015 US $ 1 = Rp. 13,… serta menurunnya realisasi penerimaan pajak. Yang membuat lebih tinggi dibanding kuartal I dan II adalah karena belanja pemerintah meningkat, terutama belanja barang 34 persen dan belanja modal naik sampai 58,10 persen. Serta inflasi terkendali 6,83 persen secara tahunan pada September 2015.
Dari faktor eksternal, menurutnya, perekonomian Indonesia masih tertekan karena melambatnya ekonomi dunia di kuartal III. Hal itu terjadi akibat pelemahan harga komoditas primer dan ekonomi banyak negara mengalami kontraksi atau tekanan. Pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia cenderung melemah, seperti ekonomi AS tumbuh 2 persen dari sebelumnya 2,7 persen. Tiongkok pun merosot dengan pertumbuhan 6,9 persen dari 7 persen dan Singapura dengan pelemahan ekonomi dari 1,7 persen menjadi 1,4 persen.
Pertumbuhan ekonomi RI mengarah ke level 4,8 persen pada kuartal III 2015. Pertumbuhan ekonomi disumbang dari kenaikan penyerapan anggaran pemerintah. Lokomotif pertumbuhan ekonomi pada periode Juli-September 2015 adalah penyerapan anggaran pemerintah yang mulai terkerek naik. Penyerapan belanja di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sudah mencapai 70 persen.
1. Perkembangan Investasi dan Perdagangan Internaional Indonesia, Bulan Juli Tahun 2015.
Pada triwulan I 2015, rasio ekspor jasa baru mencapai 2,6% dari total PDB nominal, atau sebesar USD 5.597 juta. Nilai rasio ini belum memenuhi target RPJMN 2015 yang berjumlah 3%.
Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2015 mengalami surplus sebesar USD 1.332 juta, hal ini disebabkan karena surplus sebesar USD 2.204 juta pada neraca perdagangan sektor non migas lebih besar dibanding defisit sebesar USD 872 juta pada sektor migas.
Pada Juli 2015, negara tujuan ekspor non migas terbesar adalah Amerika Serikat dengan total ekspor non migas sebesar USD 1.166 juta, disusul China, Jepang, India, dan Singapura.
Pada Juli 2015, komoditas impor non migas terbesar adalah Mesin dan Peralatan Mekanik (HS 84), sebesar USD 1.520 juta dengan proporsi 19,5%, disusul oleh Mesin dan Peralatan Listrik (HS 85) dengan proporsi sebesar 13,9%.
2. Perkembangan Investasi dan Perdagangan Internasional Indonesia, Semester I Tahun 2015.
Pada semester I 2015, nilai ekspor non migas sudah mencapai 43% dari total target, atau sebesar USD 68.301 juta.
Nilai impor Indonesia pada Juni 2015 sebesar USD 12.964 juta, menurun sebesar 17,4% dibandingkan Juni 2014, begitu pula impor migas dan non migas yang mengalami penurunan sebesar 24,0% dan 15,6%.
Pada Juni 2015, negara asal impor non migas terbesar adalah China dengan nilai sebesar USD 2.624 juta, disusul Jepang, Amerika, Thailand, dan Singapura.
Pada Juni 2015, Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS 15) menjadi barang ekspor dengan proporsi paling tinggi, sebesar 15,0%, disusul Bahan Bakar Mineral (HS 27) dengan proporsi sebesar 10,4%.
Nilai ekspor Indonesia Februari 2015 mencapai US$12,29 miliar atau mengalami penurunan sebesar 7,99 persen dibanding ekspor Januari 2015. Demikian juga bila dibanding Februari 2014 mengalami penurunan sebesar 16,02 persen.
Penurunan ekspor februari disebabkan oleh menurunnya ekspor non migas sebesar 7,83 persen dari U$$11,279,0 juta menjadi U$$10,395,5 juta, demikian juga ekspor migas turun sebesar 8,82 persen yaitu dari U$$2.076,8 juta menjadi U$$1.893,6 juta. Lebih lanjut penurunan ekspor migas di sebabkan oleh menurunya ekspor hasil minyak sebesar 2,13 persen menjadi U$$207,2 juta dan ekspor gas turun sebesar 25,61 persen menjadi U$$941,3 juta, sementara ekspor minyak mentah meningkat sebesar 24,25 persen menjadi U$$745,1 juta. Volume ekspor migas februari 2015 terhadap januari 2015 untuk minyak mentah naik sebesar 21,26 persen sementara hasil minyak dan gas turun masing-masing sebesar 10,28 persen dan 14,40 persen, sementara itu harga minyak mentah indonesia di pasar dunia naik dari U$$45,28 per barel pada januari 2015 menjadi U$$54,32 barel pada februari 2015.