1. Tekanan terhadap Stabilitas Ekonomi.
Ketidakseimbangan eksternal di dalam negeri terutama meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, pengurangan stimulus moneter (tapering off quantitative easing) dan rencana normalisasi kebijakan suku bunga AS menekan nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM dan administered price lainnya kembali meningkatkan inflasi.
Nilai tukar rupiah terus melemah sejak pertengahan tahun 2013 oleh rencana pengurangan stimulus moneter AS dan melemahnya keseimbangan eksternal Indonesia. Sejak pertengahan tahun 2013, rupiah menembus Rp 10.000,- per dolar AS. Pada bulan Desember 2014, rata-rata kurs rupiah sebesar Rp 12.438 per dolar AS, dan keseluruhan tahun 2014 sebesar Rp 11.877 per dolar AS, melemah 13,6 persen dari tahun sebelumnya, dan akhir November 2015 sebesar Rp13.847,00 per dolar AS.
Perkembangan nilai tukar rupiah bulanan dan harian serta pergerakannya dapat dilihat pada Grafik berikut ini:
Perkembangan nilai tukar rupiah bulanan dan harian serta pergerakannya dapat dilihat pada Grafik berikut ini:
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah |
2. Kenaikan Inflasi
Dalam bulan November dan Desember 2014, inflasi meningkat menjadi 1,50 persen dan 2,46 persen (m-t-m). Dalam keseluruhan tahun 2014, inflasi mencapai 8,4 persen (y-o-y). Dalam bulan Desember 2014, kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi; bahan makanan; makanan jadi, minuman, dan tembakau; serta perumahan menyumbang masing-masing 1,06 percentage point, 0,64 percentage point, 0,31 percentage point; dan 0,35 percentage point.
Menurut komponen, inflasi bulan Desember 2014 terutama disumbang oleh kenaikan harga yang diatur pemerintah (1,22 percentage point), kenaikan harga yang bergejolak (0,64 percentage point), dan inflasi inti (0,60 percentage point). Inflasi rata-rata setahun pada bulan Desember 2014 mencapai 6,6 persen. Ringkasan perkembangan inflasi sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Perkembangan Inflasi Maret 2014 – Desember 2014 |
3. Kenaikan Suku Bunga Simpanan dan Pinjaman
Kenaikan suku bunga acuan (200 bps) mendorong kenaikan suku bunga simpanan dan pinjaman. Suku bunga deposito satu bulan naik 269 bps; sedangkan suku bunga kredit modal kerja naik 138 bps. Perkembangan suku bunga dan inflasi dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Suku Bunga dan Laju Inflasi Januari 2013 – Januari 2015 |
4. Penyaluran Kredit Perbankan Terus Melemah
Kenaikan kredit perbankan melambat dari 23,4 persen (y-o-y) pada bulan September 2013 menjadi 11,8 persen (y-o-y) pada bulan November 2014. Secara riil kenaikan kredit pertumbuhan kredit perbankan melambat dari 15,0 persen menjadi 5,5 persen pada periode yang sama.
Kredit Perbankan Januari 2013 – November 2014 |
Dari sisi penggunaan, perlambatan pada semua jenis kredit. Kredit investasi melambat dari 34,4 persen (y-o-y) pada bulan September 2013 menjadi 13,2 persen (y-o-y) pada bulan Oktober 2014. Sedangkan kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing melambat dari 22,1 persen dan 17,6 persen (y-o-y) menjadi 11,4 persen dan 11,1 persen pada periode yang sama.
Perlambatan juga terjadi pada hampir semua sektor produksi. Penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan melambat dari 29,3 persen, 22,9 persen, dan 35,4 persen (y-o-y) pada bulan September 2013 menjadi 14,5 persen, 6,1 persen, dan 13,9 persen (y-o-y) pada bulan November 2014.
Kesehatan dan kepercayaan terhadap perbankan tetap terjaga dalam ekonomi yang melambat. CAR meningkat dari 18,0 persen pada bulan September 2013 menjadi 19,6 persen pada bulan Oktober 2014. Pelemahan terjadi pada non-performing loan (NPL) yang meningkat dari 1,9 persen (Rp 61,2 triliun) menjadi 2,3 persen (Rp 82,2 triliun) pada periode yang sama.