Beda Antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Ditinjau Dari Sudut Pandang Ekonomi, Hukum, Bisnis dan Sosial
Beda Antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, pengertian asuransi konvensional adalah pelimpahan risiko yang mungkin akan terjadi pada tertanggung (peserta asuransi) kepada penanggung (perusahaan asuransi). Dengan demikian, unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian asuransi konvensional adalah:
- Unsur pertama: pihak tertanggung berjanji membayar uang premi kepada pihak penanggung sekaligus atau berangsur-angsur.
- Unsur kedua: pihak penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, apabila terlaksana unsur ketiga.
- Unsur ketiga: suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.
Pengertian Asuransi Konvensional
Dari beberapa sudut pandang yang berbeda mari kita lihat pengertian asuransi konvensional.
Sudut pandang ekonomi
Asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidak-pastian akan adanya kerugian keuangan (finansial).
Sudut pandang hukum
Asuransi merupakan suatu kontrak pertanggungan risiko antara tertanggung dan penanggung. Penanggung berjanji membayar kegiatan yang disebabkan oleh risiko yang dipertanggungkan kepada tertanggung. Sementara itu, tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung sehingga tertanggung mempertukarkan kerugian besar yang mungkin terjadi dengan pembayaran tertentu yang relatif kecil.
Sudut pandang bisnis
Asuransi merupakan sebuah perusahaan yang usaha utama-nya adalah menerima/menjual jasa, memindahkan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagai risiko (sharing of risk dari masyarakat yang kemudian menginvestasikan dana itu dalam berbagai kegiatan ekonomi.
Sudut pandang sosial
Asuransi didefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. Dengan ketidakpastian kerugian yang terjadi pada setiap anggota, anggota yang tidak pernah mengalami kerugian dari sudut pandang sosial merupakan penyumbang terhadap organisasi.
Dari berbagai sudut pandang tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi konvensional adalah pemindahan/pengalihan risiko dari tertanggung kepada penanggung atau istilahnya transfer risk. Pada konsep asuransi syariah, menurut DSN-MUI, risiko yang akan terjadi ditanggung bersama atas dasar ta'awun, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota dalam menghadapi malapetaka.
Perbedaan antara Premi Syariah dan Premi Konvensional
Premi asuransi syariah yang dibayarkan tertanggung kepada penanggung terdiri atas dua unsur atau bagian, yaitu unsur tabungan dan unsur tabarru. Dana yang berasal dari unsur tabungan dan tabarru tidak bisa digunakan sebagai biaya komisi agen atau uang jalan bagi agen sehingga dana peserta tetap utuh atau bernilai tunai pada saat itu juga (tahun per-tama). Seandainya peserta mengundurkan diri, uang premi akan dikembalikan sepenuhnya, kecuali dana kebajikan atau dana tabarru.
Pada asuransi konvensional, premi yang diterima perusaha¬an bisa digunakan sebagai biaya/loading dalam bentuk pem-bayaran komisi agen, biaya administrasi, biaya reasuransi, biaya cetak polis, dan lain sebagainya sehingga nasabah/ peserta tidak mempunyai nilai tunai pada tahun pertama ikut asuransi. Dengan kata lain, uang nasabah yang telah dibayarkan tidak bisa dikembalikan kepada peserta jika mengundurkan diri pada tahun pertama (dana hangus).
Perbedaan Rambu-Rambu Investasi dan Lainnya
Perusahaan sebagai pengelola dana premi dalam asuransi syariah dikenal dengan nama mudharib, yaitu pihak yang diamanahkan oleh peserta (shahibul mat) untuk melakukan kegiatan bisnis yang menguntungkan. Dalam melakukan berbagai kegiatan bisnis, mudharib selain harus taat terhadap peraturan yang dibuat oleh negara, juga harus patuh dan tunduk pada peraturan yang dibuat Dewan Syariah dengan tujuan menghasilkan nisbahAaeuntangan bersih dari unsur-unsur pelanggaran secara syar'i Pada asuransi konvensional, segala bentuk kegiatan bisnis untuk menghasilkan laba perusahaan hanya tunduk pada peraturan undang-undang yang dibuat negara karena ketidakberadaan Dewan Syariah pada lembaga tersebut.
Keuntungan yang didapat atau nisbah didasarkan atas hasil usaha yang diperoleh sehingga besaran yang akan diperoleh perusahaan dan peserta sangat berfluktuasi bergantung pada hasil kegiatan bisnis yang sedang dijalankan. Semakin besar keuntungan yang didapat, semakin besar pula pendapatan bagi hasil untuk nasabah dan perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil keuntungan yang diperoleh, semakin kecil pula bagi hasil yang diterima kedua belah pihak. Bahkan, bisa saja terjadi, hasil kegiatan bisnis yang dijalankan mengalami kerugian sehingga peserta dan perusahaan akan menanggung kerugian tersebut sesuai dengan porsinya masing-masing. Sistem tersebut kita kenal dengan nama mudharabah.
Pada asuransi konvensional, keuntungan sudah dapat ditentukan terlebih dulu atas dasar perhitungan suku bunga yang telah ditetapkan di muka. Apa pun hasil risiko yang terjadi dari kegiatan bisnis yang dijalankan, salah satu pihak tetap akan mendapatkan hasil sesuai dengan besaran bunga yang telah ditetapkan. Pada sistem ini tidak dikenal istilah bagi rugi jika salah satu pihak mengalami kegagalan dalam kegiatan dan dana tabungan (peserta) sehingga tidak mengenal adanya dana hangus. Term insurance (life) dan general insurance bersifat tabarru.
Pada asuransi konvensional tidak terjadi pemisahan dana yang berakibat pada terjadinya dana hangus (produk saving life).
Kepemilikan Dana
- Dana yang terkumpul dari peserta pada perusahaan asuransi syariah merupakan milik peserta (shahibul mall, sedangkan perusahaan hanya sebagai peme-gang amanah (mudharib) untuk mengelola dana.
- Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari premi peserta merupakan hak perusahaan. Dengan demikian, perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan dana tersebut ke mana pun.
Unsur Premi
- Unsur premi yang terkandung dalam asuransi syariah terdiri atas unsur tabarru dan unsur tabungan yang terhindar dari unsur riba. Tabarru dihitung berdasar-kan tabel mortalita tanpa menggunakan perhitungan bunga teknik.
- Unsur premi pada asuransi konvensional terdiri atas tabel mortalita, bunga teknik, dan biaya-biaya asuransi.
Sumber Pembayaran Klaim
- Sumber pembayaran klaim pada asuransi syariah diperoleh dari rekening pangsa pasar; peserta saling menanggung jika salah satu peserta mendapat musibah.
- Sumber pembayaran klaim pada asuransi konvensional berasal dari rekening perusahaan terhadap tertanggung murni bisnis dan tidak ada nuansa spiritual.
Keuntungan/Profit
- Profit yang diperoleh perusahaan asuransi syariah berasal dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Seluruhnya bukan menjadi milik perusahaan, tetapi ada bagi hasil dengan semua peserta (mudharabah).
- Keuntungan atau profit yang diperoleh perusahaan asuransi konvensional yang berasal dari hasil surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi menjadi milik perusahaan sepenuhnya.
Secara birokrasi, asuransi syariah berhubungan dengan dua lembaga negara, yaitu Departemen Keuangan dan Departemen Agama. Peran serta Departemen Agama melalui lembaga Majelis Ulama Indonesia dalam bentuk pendirian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Tanggung jawabnya secara langsung diwujudkan dengan pembentukan Dewan Syariah di setiap perusahaan asuransi syariah yang bertugas mengawasi jalannya kegiatan bisnis secara syar'i. Hal ini tidak dikenal pada asuransi konvensional yang hanya cukup berhubungan dengan Departemen Keuangan.