Sel Punca Tak Obati Semua Penyakit Kemampuan Indonesia Tak Kalah dengan Negara Lain
Kesehatan - Sebagai terapi baru yang menjanjikan, sel punca menjadi harapan masyarakat. Namun, terbatasnya informasi membuat salah paham tentang sel punca tinggi. Akibatnya, warga menjadi korban iklan lembaga yang menawarkan terapi di dalam dan luar negeri tanpa didukung riset.
Sel punca dianggap sebagai terapi yang bisa menyembuhkan segala jenis penyakit. Padahal, terapi itu hanya untuk penyakit degeneratif terkait penuaan, mutasi sel, dan keganasan sel.
’’Jantung koroner, pelemahan pompa jantung, diabetes melitus, stroke, parkinson. serta sejumlah kanker dan gangguan tulang bisa diterapi dengan sel punca,” kata Sekretaris Pusat Kedokteran Regeneratif dan Sel Punca Surabaya (SRMSCC) Purwati di Jakarta, Rabu (28/10). SRMC dibentuk Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), dan Lembaga Penyakit Tropis Unair.
Terapi itu mulai dikembangkan di dunia pada 1996 dan di Indonesia sejak 2007. Mekanisme dasar terapi adalah memperbaiki sel-sel tubuh rusak agar berfungsi normal. Sel yang dipakai untuk memperbaiki berupa sel punca atau induk dari tubuh pasien sendiri (autologous) atau dari orang lain (allogeneic).
Ketua Konsorsium Pengembangan Sel Punca dan Jaringan Farid A Moeloek mengatakan, sel punca bisa diambil dari embrio, darah tali pusat bayi, dari sumsum tulang belakang, darah tepi, dan jaringan lemak orang dewasa. Namun, di Indonesia, sel punca dari embrio belum dilakukan karena rentan pertentangan etika dan norma agama.
Meski demikian, terapi sel punca berisiko. Menurut Kepala Bagian Penelitian Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, yang juga pengembang terapi sel punca untuk cedera tulang rawan, Andri Lubis, risiko terapi sel punca bergantung pada jenis sel punca yang diambil.
Makin awal sel punca diambil, seperti dari embrio atau darah tali pusat, potensinya kian tinggi dan risikonya makin besar. Sementara sel punca yang diambil pada orang dewasa, potensinya kian kecil, tetapi risikonya kecil. ’’Penolakan tubuh atas sel punca yang diambil dari tubuh pasien lebih kecil dibandingkan yang diambil dari orang lain,” ujarnya.
Tren masa depan
Perintis layanan sel punca berbasis riset adalah RSCM-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan RSUD Soetomo-FK Unair. Sejak 2014,-2 RS itu jadi pengampu riset sel punca berbasis layanan di 10 RS lain, 8 di an->, taranya di Jawa. ”SeI punca jadi tren masa depan, menggantikan terapi konvensional dengan obat dan suntik,” ucap Farid.
Kepala Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca RSCM-FKUI Ismail Hadi-soebroto mengatakan, terapi sel punca dilakukan sejak 2007 di lembaganya. Sejauh ini, terapi itu sudah dilakukan pada 42 pasien gangguan tulang, 43 pasien gangguan jantung, 3 penderita diabetes, dan 5 pasien luka bakar.
Namun, Ismail mengingatkan, layanan terapi sel punca masih tahap riset, belum jadi layanan standar medis. Itu tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Karena itu, layanan yang diberikan harus berbasis riset dan uji klinis demi menjamin keselamatan pasien dan pelayanan berbasis bukti medik.
’’Karena belum jadi terapi standar, biaya terapi sel punca belum dijamin Jaminan Kesehatan Nasional dan asuransi kesehatan lain,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua SRM-SCC Ferdiansyah mengatakan, sejak 2008, 379 pasien mendapat terapi sel punca di lembaganya. Mereka terdiri dari 99 pasien diabetes melitus, 40 penderita nyeri sendi lutut, 30 pasien stroke, dan 12 pasien jantung. Sisanya, 198 pasien penyakit hati, saraf, dan penyakit darah.
’’Tingkat perbaikan pada pasien diabetes 30-100 persen,” kata Purwati. Tingkat keberhasilan itu bergantung pada keparahan pankreas pasien dan kegemukannya yang akan memberi respons berbeda saat terapi diberikan.
Selain pusat layanan terbatas, laboratorium swasta yang berperan mengembangkan sel punca di Indonesia hanya dua laboratorium. Sementara baru satu bank penyimpanan sel punca dari darah tali pusat terakreditasi Kementerian Kesehatan.
Karena itu, Farid mengimbau agar warga tak mudah terpancing dengan iklan layanan terapi sel punca, baik dari lembaga di dalam negeri maupun luar negeri tanpa ada bukti medis memadai, hanya kesaksian semata.
Banyak produk sel punca dihasilkan sejumlah lembaga di Indonesia. ’’Sesuai rencana strategis Kementerian Kesehatan, produk allogeneic Indonesia ditargetkan jadi tuan rumah di negeri sendiri pada 2023,” kata Direktur PT Prodia Stemcell Indonesia Cynthia R Sartika. Sumber : Kompas