Sensasi Warna dan Kelezatan Durian Pelangi dari Papua
Penantian selama 1,5 tahun untuk merasakan kelezatan durian pelangi itu terbayar lunas saat Trubus terbang ke Papua Barat pada pertengahan April 2012 yang lalu. Durian dengan warna daging buah atraktif itu memberikan sensasi luar biasa: rasa manis, tekstur lembut, lengket di langit-langit, dan tebal. “Enak sekali. Layak dikembangkan menjadi durian unggul Indonesia,” kata Menteri Pertanian Dr Ir Suswono saat mencicipi buah kiriman Trubus.
Warna daging buah durian dari pohon di kebun Sunarto dl Manokwari, Provinsi Papua Barat, itu memang benar-benar berbeda: paduan kuning, merah muda ke merah tua, dan sedikit kehijauan di ujung pongge. Durian Durio zibethinus lazimnya berdaging putih, krem, atau kuning tembaga.
Pantas ketika pertama kali mendapat kiriman foto durian itu dari seorang kenalan di Papua Barat, pakar buah, Dr Mohamad Reza Tirtawinata, langsung menunjukkan kepada Trubus. “Ini penemuan yang bagus. Warna daging durian seperti ini langka, sama seperti pada salak sidempuan,” kata doktor alumnus Institut Pertanian Bogor itu. Kami pun penasaran untuk menjajal rasanya. Sayang, ketika foto dikirim, musim panen sudah berlalu. Musim berikut sang pelangi mogok berbuah.
Durian Pelangi Papua Yang Cantik luar dalam
Kesempatan emas itu datang pada pertengahan April 2012. Sunarto mengabarkan durian pelangi tengah berbuah. Ada 100 buah yang belum jatuh, tapi segera berjatuhan, maksimal hingga sepekan ke depan. Demi mengejar buah impian itu, sehari pascakepastian buah masih tersedia, Trubus terbang ke provinsi dl Indonesia timur itu. Dari Bandara Rendani, Manokwari, perjalanan berlanjut dengan mobil sewaan menuju lokasi durian pelangi berjarak 70 km dari bandara.
Selama perjalanan banyak melewati hutan kecil, sungai, dan kebun kelapa sawit yang relatif sepi.
Di kanan dan kiri jalan terutama memasuki Distrik Amban dan Prafi pucuk-pucuk pohon durian yang bertajuk runcing mendominasi. Manokwari memang salah satu sentra durian di Papua.
Mentari masih memancarkan sinar hangatnya ketika mobil carteran itu tiba dl halaman rumah Sunarto. Di teras depan teronggok 6 durian yang belum dibersihkan dari dedaunan dan tanah yang menempel. Bisa ditebak, itu pasti durian baru jatuh tadi malam dan pagi hari. “Masih ada belasan lagi kok, jangan khawatir ngga kenyang," kata Sunarto sambil menunjuk durian dalam gerobak di samping rumah.
Pria berusia 42 tahun itu menuturkan ada 25 buah yang jatuh sejak kemarin hingga Trubus datang siang itu. “Ini sedikit karena panenan terakhir. Kalau sedang puncaknya, semalam bisa jatuh sampai 70 buah,” kata Sunarto. Tanpa banyak bicara, pria yang ikut bertransmigrasi dari Cilacap, Jawa Tengah, ke Papua bersama orangtua pada 1982, itu membuka sebuah yang ada di dekatnya. Bobot durian itu kira-kira 1,3 kg dengan bentuk agak kecil di pangkal dan membulat di bagian ujung.
Setelah buah terbelah, wow... terlihat warna daging buah yang sangat cantik: bergradasi merah, kuning tembaga, dan semburat kehijauan di sudut pongge. Paduan warna itu yang membuat Karim Aristides, kolektor tanaman buah-buahan unggul yang "menemukan'' durian itu menamakan durian pelangi. Saking cantiknya warna daging buah, timbul perasaan sayang ketika akan mencomot pongge-pongge itu dari juring. Rasanya? Inilah kesempurnaan durian pelangi, warna bukan sekadar pemikat, tapi juga cerminan rasa yang dimiliki.
Dengan aroma karamel menusuk hidung, pongge-pongge pelangi yang montok itu memberi cita rasa manis legit dan sedikit pahit di ujung lidah. Tekstur dagingnya pun lembut, tapi terasa lengket bagai nasi ketan. “Ini cocok untuk kebanyakan konsumen durian di Indonesia yang tidak menyukai -asa terlalu pahit,” tutur Karim saat Trubus jumpai di Jayapura, Provinsi Papua. Pantaslah Musriyanto, warga Manokwari, sanggup menghabiskan 2 buah durian pelangi. “Saya tidak terlalu senang makan durian, paling banter 1-2 juring karena gampang pusing. Tapi makan durian pelangi bisa habis banyak,” tuturnya.
Menolak beli
Meski bijinya tidak kempes, durian pelangi mempunyai bagian yang dapat dikonsumsi atau edible portion 33-38%. Artinya, dari 1 buah durian, sekitar 38% merupakan daging yang bisa dimakan. Itu karena ketebalan daging pelangi di bagian tengah pongge mencapai 1,6-2 cm. Standar porsi konsumsi untuk durian unggul nasional yang dikeluarkan Kementerian Pertanian minimal 20%. Memang dibanding durian mou san king asal Malaysia dan monthong, porsi konsumsi durian pelangi lebih rendah. Porsi konsumsi kedua durian berbiji kempes itu lebih dari 42%.
Selain warna dan rasa memukau, daya simpan pelangi juga layak diacungi jempol. Durian jatuhan dari ketinggian 15-25 m, tahan simpan 4 hari tanpa pecah kulit. Trubus membawa durian berkulit tipis tapi elastis itu ke penginapan. Hingga malam ke-4, kondisi kulit durian tetap utuh. Kalaupun terlihat retak di bagian ujung buah, hanya menyerupai garis tidak lebih dari 1,5 cm dan dangkal. "Mungkin bisa tahan sampai 5 hari kalau buah tidak terpaksa dibuka karena bapak harus meninggalkan hotel,” kata Herman, periset dl Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kabupaten Manokwari yang bertandang ke hotel.
Pada hari keempat jatuh daging buah memang melembek, tapi masih enak dimakan. Rasa dan aromanya tidak banyak berubah; rasa manis bahkan sensasi pahit di ujung hilang. Durian lain yang Trubus bawa dari Amban, salah satu sentra durian terbesar dan tertua di Manokwari, hanya tahan simpan 2 hari. Kulit buah menganga, daging buah menjadi lembek dan pahit.
Kendati istimewa, durian pelangi hanya dilihat sebelah mata. “Jangankan menjadi rebutan mania durian, banyak orang tidak mau membeli," kata Wagyo, pedagang pengumpul di Manokwari.
Suatu waktu seorang pelanggannya malah kabur ketika ditawari pelangi. Sebab, bagi mereka warna merah identik mengandung racun. Oleh karena itu setiap kali menjajakan durian pelangi Wagyo mengorbankan 2-3 buah per hari untuk tester.
Keunggulan Durian Pelangi Papua
Sumber : Kisah Perjalanan Trubus ke Papua