Pembentukan De Javasche Bank
Ketika menerima kembali kekuasaan kolonial dari Inggris pada 1816, Belandamenghadapisituasi perekonomian dan keuangan Hindia Timur yang tidak lebih baikjikadibandingkan dengan kondisisaatVOC bubar. Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles menyerahkan koloni ini dengan menyisakan sekitar 7,8 juta mata uang kertas rijksdaalder dalam peredarantanpajaminan perak.
KomisarisJenderal dan Gubernur Icnderal Baron van der Capellen berupaya melaksanakan perintah Raja Willem van Oranje untuk segera mereorganisasi sistem pemerintahan dan menata kembali perekonomian Hindia Timur (sejak 1816 disebut Hindia Belanda) agar dapat berfungsi kembali sebagai sebuah koloni yang menguntungkan bagi "negara induk" seperti pada masa jaya VOC. :
Warisan dari masa pemerintahan VOC yang sampai kepada pemerintahan Baron van der Capellen adalah De Bank-Courant en Bank van Leening. Lembaga itu dipertahankan eksistensinya hingga dkhirnya diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Tidak lama setelah pengambilalihan itu, pemerintah Hindia Belanda hanya memberi kosempatan kepada para nasabahnya untuk menukarkan uang kertas Iwnknya hingga 18 Juni 1818 karena setelah itu akan dinyatakan "tidak memiliki nilai lagi" dan bank itu dinyatakan ditutup.1 Meski disebutbank, struktur De Bank-Courant tidak sama dengan bank yang berkembang sejak abad ke-19. Lembaga itu lebih mirip dengan lembaga simpan-pinjam.
Ketidakmampuan pemerintahan Hindia Belanda memulihkan perekonomian dan keuangan sedikit-banyak berdampak pada investor dan pengusaha swasta Belanda yang datang ke wilayah jajahan untuk mencari peruntungan. Rendahnya nilai mata uang Belanda, khususnya gulden Hindia Belanda, dan ketiadaan lembaga perbankan seperti yang dikenai di Eropa, membuat para pengusaha swasta Belanda tidak mampu bersaing melawan pengusaha atau pebisnis dari negara lain.' Oleh karena itu, muncul gagasan di kalangan pengusaha atau pebisnis swasta Belanda untuk mendirikan sebuah bank. Gagasan itu kemudian disampaikan kepada Mr. C.T. Elout, salah seorang anggota Komisaris Jenderal, menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda pada 1816.2 Hingga 1821, kepastian persetujuan atau penolakan gagasan itu tidak pernah sampai ke Hindia Belanda. Sementara itu, uang kartal yang dikirimkan dari Negeri Belanda, terutama yang berbahan dasar emas dan perak, menghilang dari peredaran. Padahal pengiriman uang tersebut j dilakukan untuk mernperbaiki kondisi ekonomi Hindia Belanda.3
Ketidakpastian itu mendorong John Deans, pimpinan perusahaanj Deans Scoot & Co., mengusuikan pembentukan bank kepada:l pemerintah kolonial pada 1821. Pada intinya ia meminta agar di Hindia Belanda didirikan bank escompto dan perdagangan yang dapat membantu pebisnis Belanda sekaligus menjadi salah satu solusi masalah keuangan yang dihadapi pemerintah. Usul tersebut diterima baik oleh (Gubernur Jenderai, kemudian diteruskan kepada Raja Willem di Den haag. Raja menyambut usul itu dengan sangat positif dan menerbitkan oktroi untuk membentuk De Nederlandsche Oost-lndische Bank. Dalam penjelasannya, bank yang akan didirikan itu diharapkan dapat membantu para pedagang di Hindia Belanda.
Selain menyetujui usul pendirian bank di Hindia Belanda, Raja juga menggagas pembentukan sebuah perusahaan negara. Pada 1824, qagasan itu diwujudkan dengan mendirikan Nederlandsch Handei-Maatschappij dengan modal awal sebesar /37 juta, suatu jumlah yang sangat besar pada waktu itu. Lebih dari 50 persen dari modal itu merupakan saham milik raja. Dalam perkembangannya, NHM juga menjadi lembaga perbankan yang banyak memberikan kredit usaha kepada para pengusaha perkebunan dan pabrik, terutama perkebunan ilan pabrik gula.
Selama menunggu keputusan atas usul tersebut, pelbagai peristiwa ekonomi-keuangan terjadi di Hindia Belanda. Mata uang gulden Hindia Belanda yang diproyeksikan dapat menggantikan kedudukan real Spanyol, ternyata tidak mampu mempertahankan nilainya, bahkan turun hingga 200 persen. Kondisi tersebut membuat masyarakat (Eropa dan Cina) enggan menggunakan mata uang kertas gulden yang mengakibatkan jumlah mata uang kertas gulden yang beredar semakin banyak sehingga inflasi semakin tinggi. Pemerintah Hindia Belanda pun inengalami kesulitan dalam menyusun anggaran belanjanya.
Permasalahan keuangan yang harus dihadapi pemerintah juga semakin pelik ketika beberapa kerajaan yang terikat oleh Korte Verklaring atau Plakat Pendek dan Lange Verklaring atau Plakat Panjang tidak lagi mengakui keterikatannya dengan Belanda. Selain itu, muncul konflik keluarga di kalangan istana seperti terjadi di Yogyakarta yang berkembang menjadi Perangjawa yang membuat beberapa rencana perbaikan tidak dapat berjalan.
Logo Nederlandsche Handel-Maatschappij yang didirikan pada 1824 |
Pada 9 Desember 1826, Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank. Direktur Daerah Jajahan, J. C. Baud, Direktur untuk Urusan Hindia Belanda, G. Schimnelpenninck, dan dari unsur NHM ditugasi menyusun Octrooi Reglement tentang pembentukan sebuah bank yang kemudian diberi nama De Javasche Bank. Sebagai "perusahaan negara," NHM diharapkan menjadi salah satu pemberi modalnya. Pemerintah Belanda semakin serius karena waktu itu ramai dibicarakan rencana penerapan Sistem Tanam Paksa. Hal itu pula yang secara tidak langsung mempercepat proses pembentukan bank sirkulasi di Jawa.
Gubernur Jenderal L. Burggraaf Du Bus de Gisignies (1826-30) diberi wewenang mengurus pembentukan DJB di Hindia Belanda. Pada11 Desember 1827, ia menerbitkan Surat Keputusan No. 28 tentang Octrooi on Reglement voor De Javasche Bank. Dalam Pasal 1 ditegaskan bahwa oktroi berlaku sejak 1 Januari 1828 sampaidengan 31 Desember 1837.6 Dengan demikian, sejak 1 Januari 1828 DJB berdiri. Saham bank ini dimiliki oleh perseorangan,7 lembaga, dan Pemerintah Kolonial. NHM merupakan pemilik saham bank terbesar.
Foto kantor De Javasche Bank yang berpusat di Batavia |
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit bahwa DJB adalah bank sirkulasi, akan tetapi oktroi itu memberikan wewenang kepada bank tersebut untuk mencetak dan mengedarkan uang kertas. Pemerintah sendiri diharapkan tidak lagi mencetak dan mengedarkan mata uang pecahan besar tetapi melim'pahkan kewenangannya kepada DJB. Pemerintah masih tetap memiliki kewenangan mencetak mata uang, namun terbatas pada pecahan f25 ke bawah. Selain menjadi bank sirkulasi, DJB berfungsi pula sebagai bank umum sehingga boleh menerima deposito, wesel, memberikan kredit, serta melakukan jual-beli emas dan perak batangan.
Dalam surat Gubernur Jenderal 11 Desember 1827 kepada Letnan Gubernur H.M. De Kock ditegaskan bahwa Direktur Keuangan (Directeur van Financien) diberi kuasa membeli saham atas nama Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, sedangkan sisanya dijual kepada orang-orang yang telah mendaftar. Penyetoran modal ditentukan dalam tiga tahap, pertama pada 1 Maret 1828, kedua 15 Maret 1828 dan terakhir 15 April 1828. Modal minimal yang ditentukan sesuai dengan Pasal 8, oktroi 11 Desember 1827 tersebut adalah f1 juta, dan dengan modal itu bank dapat dibuka dan mulai beroperasi. Ternyata berdasarkan laporan Direktur Keuangan CM. Baumhauer (16 Januari 1828), modal yang terkumpul telah melebihi nilai yang diharapkan, yaitu sebesar f1.009.500, sehingga DJB secara resmi dibuka. Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies menerbitkan Surat Keputusan (besluit) No. 25, 24 Januari 1828 yang menyatakan bahwa DJB telah diundangkan, sesuai dengan Pasal 8 oktroi yang berbunyi "segera setelah tercatat 2.000 saham, senilai f500 per lembar, yang akan dibeli, maka akan segera diundangkan dan dapat memulai kegiatannya." Total modal dasar DJB adalah f6 juta. Pemerintah Kolonial Hindia Beianda memiiiki 1.000. lembar saham dari total uang tersebut. Saham yang dimiliki pemerintah direncanakan dijual kembali kepada publik secara bertahap setelah DJB dinilai mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Saham pemerintah akhirnya memang dijual kembali kepada publik sehingga pada 1836 pemerintah tidak lagi memiliki saham pada DJB.