Kabupaten Indramayu
Latar Belakang Masalah
Kabupaten Indramayu mempunyai letak yang strategis karena dilalui oleh jalur regional yang menghubung-kan antara ibukota Provinsi Jawa Barat, yaitu Bandung dan ibukota Jakarta. Potensi alam yang sangat strategis bagi Kabupaten Indramayu yang berada pada jalur pantura, merupakan jalur perekonomian nasional juga berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sehingga dari kondisi tersebut sangat potensial sebagai akses laju pertumbuhan per-ekonomian wilayah.
Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu tahun 2014 sebanyak 1.744.897 jiwa, dengan komposisi jumlah laki-laki sebanyak 897.193 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 847.704 jiwa. Jumlah rumah tangga Kabupaten Indramayu tahun 2014 sebanyak 492.345 KK, yang tersebar kedalam 31 kecamatan. Dari total jum-lah kepala keluarga 492.345 keluarga, sebanyak 298.743 kepala keluarga tergolong keluarga Pra Sejahtera.
Pelaksanaan pembangunan di segala bidang yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu yang dibiayai dari dana APBD tahun 1993 belum mengalami perubahan drastis sampai dengan tahun 2013, maka fenomena dan berdampak pada partum-buhan ekonomi daerah makin lemah dan program pemerintah yang diterapkan di segala bidang meliputi bidang sosial, keamanan, ekonomi, pemerintahan, pendidikan, kesehatan sumber daya alam dan lingkungan serta sarana dan prasarana wilayah yang direncanakan di daerah belum berjalan semaksimal mungkin. Hal ini disebab-kan karena pembangunan infrastruktur pemerintahan dan segmentasi ideologis di kalangan birokrasi pemerintahan daerah akibat tekanan kondisi pertikai-an, menyebabkan tugas pokok Peme-rintah Daerah tidak dapat dilaksanakan secara optimal dan akuntabel.
Pertumbuhan ekonomi disuatu negara bisa disebabkan oleh banyaknya faktor. Bagi megara-negara yang sedang berkembang tentu saja akan sulit atau bisa dikatakan tidak mudah jika harus mengendalikan faktor pro-duksi barang dan jasa, maka dari faktor-faktor lain sangat menentukan, seperti adanya pinjaman dan investasi.
Gambaran investasi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 dilihat dari PDRB maka komponen PMTDB yang mencerminkan pembuat-an atau pembelian barang modal baru (investasi) dari dalam negeri dan barang modal baru atau berkas dari luar negeri mengalami penurunan sebesar 0,88%, namun secara tahunan masih mengalami pertumbuhan 6,83%). Dengan demikian komponen investasi memberikan sumbangan terhadap per-tumbuhan ekonomi triwulan I 2012 sebesar 1,10%. Pertumbuhan komponen PMTDB pada triwulan laporan sejalan dengan aktivitas ekonomi yang mengalami peningkatan karena permintaaan konsumen yang relatif terjaga.
Pengeluaran Pemerintah meru-pakan salah satu instrumen utama kebijakan dalam upaya peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah dan DPRD harus berupaya secara nyata dan terstruktur untuk menghasilkan APBD yang betul-betul mencerminkan kebutuhan riil masyarakat di daerah sesuai dengan potensi masing-masing.
Saat ini pemerintah meyediakan anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk bidang pendidikan. Kebijakan ini tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pen-didik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Hal ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman. Sebab kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari tingkat pendidikan masyarakatnya. Pengeluaran Pemerin-tah bidang pendidikan berpengaruh yang signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai anggaran kesehatan adalah Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 yang menyebut-kan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah pusat dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji. Pengeluaran pemerintah dalam bidang kesehatan dapat meningkatkan angka harapan hidup dan berhubungan positif dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto.
Pada tahun 2014 pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan adalah sebesar Rp. 273.204.354.322 dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan Rp. 85.579.122.884 dari total belanja APBD Kabupaten Indramayu Rp. 1.200.334.307.774 (ILPPD Kabupaten Indramayu, 2014). Hal ini menggambarkan terdapat orientasi pemihakan terhadap pening-katan kualitas pendidikan dan pela-yanan kesehatan, pemihakan ini ber-tujuan memperbaiki kekeliruan terda-hulu yang mengakibatkan Kabupaten Indramayu selalu menjadi daerah tertinggal dalam pemerataan pendi-dikan. meskipun demikian kecilnya alokasi anggaran terhadap pengairan, transportasi, pertanian, air bersih dan lingkungan hidup berdampak terhadap kurangnya perbaikan infrastruktur yang berdampak terhadap pengurangan pen-dapatan masyarakat.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah total nilai pasar dari barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga selama satu tahun. Pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu mendu-duki tempat utama dalam penggunaan produk domestik bruto yaitu sekitar 60% dari produk domestik bruto Indonesia tiap tahunnya.
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Indramayu pada priode 2004 - 2012 selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, dimana kurun waktu 2004 - 2012 tersebut PDRB Kabupaten Indramayu mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,93% di bawah pertumbuhan ekonomi nasional (rata-rata 6,03%). Selama kurun waktu 2004 - 2012 pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu selalu mengalami pening-katan, tetapi pada tahun-tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indramayu 3,87%, lebih rendah dari tahun 2008 yang sebesar 3,89%. Selanjutnya kontribusi per sektor terhadap PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Kabupaten Indramayu dengan distri-busi persentase PDRB Indonesia
PDRB Kabupaten Indramayu tahun 2004 - 2012 selalu didominasi sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan kontribusi rata-rata 30,93%, sementara Indonesia sektor yang mendominasi adalah industri pengolahan memberikan kontribusi rata-rata 27,34%.
Permasalahan kemiskinan absolut di Kabupaten Indramayu masih tingginya angka kemiskinan jika dibandingkan dengan kabupaten lain di provinsi Jawa Barat. Oleh sebab itu kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi pemerintah sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat dalam sebuah pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya pengentasan kemiskinan.
Tingkat kemiskinan absolut di Kabupaten Indramayu ada kecende-rungan terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tingkat kemiskinan sebesar 22,79 persen dan turun menjadi 22,02 persen pada tahun 2005, pada tahun 2006 tingkat kemis-kinan turun menjadi 21,54 persen, pada tahun 2007 turun menjadi 20,90 persen dan pada tahun 2008 tingkat kemis-kinan turun menjadi 20,18 persen. Pada tahun 2009 tingkat kemiskinan sebesar 19,14 persen, terjadi penurunan menjadi 18,86 persen di tahun 2010 dan pada tahun 2011 dan tahun 2012 tingkat kemiskinan menurun menjadi 18,05 persen dan 17,64 persen pada tahun 2011 dan 2012.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu dalam dua tahun berturut-turut masih menempati peringkat dua kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di antara 26 kabupaten kota se-Jawa Barat. Pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin 298.753 jiwa (17,64%) dari jumlah penduduk Kabupaten Indramayu sebanyak 1.693.610 jiwa, tingkat kemiskinan tersebut lebih besar dibandingkan dengan tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 9,67% pada tahun 2012. Hal tersebut kemiskinan di Kabupaten Indramayu merupakan masalah yang serius yang harus segera ditangani. Oleh sebab itu kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, terutama bagi pemerintah sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat dalam sebuah pemerin-tahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya pengentasan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama negara sedang berkem-bang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh ber-bagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendi-dikan, akses terhadap barang dan jasa, geografis, gender, dan lingkungan.
Lingkaran kemiskinan adalah suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi suatu keadaaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbela-kangan, dan ketertinggalan SDM (yang tercermin oleh rendahnya IPM), ketidaksempurnaan pasar, dan kurang-nya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima (yang tercermin oleh rendahnya PDRB per kapita). Rendahnya pendapatan akan berimpli-kasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi beraki-bat pada rendahnya akumulasi modal sehingga proses penciptaan lapangan kerja rendah (tercemin oleh tingginya jumlah pengangguran).
Kemiskinan yang dialami sese-orang terlihat dari kurang terpenuhinya kesejahteraan orang tersebut. Kesejah-teraan masyarakat dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index yang dikeluarkan oleh United Nation Development Programme (UNDP). IPM mengukur derajat pembangunan manusia yang merupakan salah satu aspek penting dari kualitas pem-bangunan ekonomi. IPM mendefini-sikan kesejahteraan secara lebih luas dari pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB). IPM mengukur tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu kesehatan yang diukur dari usia harapan hidup, pendidikan yang diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran sekolah dasar, lanjutan dan tinggi, serta standar hidup layak yang diukur dari paritas daya beli dan penghasilan.
Dari tiga indikator IPM, indeks pengeluaran per kapita riil disesuaikan, mungkin sulit ditingkatkan. Hal itu sangat bergantung pada kondisi makro ekonomi nasional, bahkan global. Karena itu, sektor pendidikan dan kesehatan praktis menjadi andalan IPM. Indeks kesehatan Kabupaten Indramayu misalnya pada tahun 2008 masih menempati urutan tiga terbawah dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat, yang mencapai 68,40 poin. Nilai tersebut terpaut 5,33 poin dari indeks kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang kini mencapai 70,03 poin. Meski terjadi peningkatan, kinerja pembangunan kesehatan di Indramayu tidak cukup untuk menaikkan indeks kesehatan dari urutan terbawah di Jawa Barat. Rendahnya indeks kesehatan di Indramayu, antara lain disebabkan terbatasnya infrastruktur kesehatan dan masih kurangnya tenaga medis, terutama di daerah pedalaman.
Pembangunan kualitas hidup penduduk Kabupaten Indramayu menjadi prioritas pembangunan daerah. Perkembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) Kabupaten Indramayu menunjukkan perkem-bangan yang semakin membaik, hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia. IPM dihitung berdasarkan tiga indikator yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, dan Indeks Daya Beli.
Pada Tahun 2012, IPM Kabupaten Indramayu mencapai angka 69,42, meningkat sebesar 0,17 poin dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 69,25. Dalam rentang 2004 - 2012, IPM Kabupaten Indramayu meningkat sebesar 3,38 dari angka 66,04 pada tahun 2004 menjadi 69,42 pada tahun 2012. IPM Kabupaten Indramayu dari tahun 2004 sampai tahun 2012 selalu mengalami kenaikan. IPM Kabupaten Indramayu rata-rata sebesar 67,72 persen, lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata IPM Provinsi Jawa Barat dengan rata-rata sebesar 71,35 persen.
Tingkat kemiskinan di Kabupaten Indramayu tahun 2004 hingga tahun 2012 mengalami periode yang relatif baik karena mengalami trend yang menurun dari 22,79 persen di tahun 2004 menjadi 17,64 persen di tahun 2012. Tingkat kemiskinan Kabupaten Indramayu masih yang paling tinggi dibanding dengan kabupaten lain di provinsi Jawa Barat. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan agar dapat diketahui faktor-faktor yang perlu dipacu untuk menga-tasi masalah kemiskinan.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk Kabupaten Indramayu masih berada dibawah garis kemiskinan, merupakan suatu kenyataan karena seolah-olah kemiskinan itu tetap muncul dan meru-pakan bagian dari pembangunan, padahal pembangunan ditujukan untuk memberantas kemiskinan dan bukan berjalan bersama-sama. Besarnya angka kemiskinan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama PDRB yang berimplikasi pada IPM.
Produk Domestik Regional Bruto yang rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi, serta pembangunan manusia yang masih rendah. Berdasarkan atas dasar latar belakang diatas, menunjukkan bahwa rendahnya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Indramayu beraki-bat terhadap tingkat kemiskinan dan menurunnya Produk Domestik Regional Bruto.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena diatas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah :
1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Indramayu perode 2004 – 2012 rata-rata per tahunnya 3,70% masih berada di bawah PDRB secara Nasional periode yang sama dengan rata-rata 6,03% yang seterusnya PDRB tersebut akan berimplikasi terhadap tingkat kemiskinan, dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin.
2. Persentase pengeluaran bidang pendidikan terhadap jumlah belanja (Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga) pada tahun 2008 yang sebesar 3,68 persen justru menunjukkan penu-runan jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 3,77 persen. Demikian juga dengan persentase pengeluaran bidang kesehatan pada tahun 2008 sebesar 4,42% mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 5,35 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluran pemerintah bidang pendidikan dan bidang kesehatan belum optimal.
3. Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Indramayu relatif masih rendah, hal ini dapat dilihat dari rasio angka harapan hidup indeks pendidikan dan standar hidup layak masih relatif rendah. Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan, sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.
4. Kemiskinan absolut merupakan salah satu tolak ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberha-silan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. Kabupaten Indramayu dalam dua tahun berturut-turut masih menem-pati peringkat kedua kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di antara 26 kabupaten/ kota se-Jawa Barat.
5. Investasi Kabupaten Indramayu selalu berfluktuasi baik investasi PMA maupun PMDN. Pada periode tahun 2008 – 2012, baik Investasi PMA
maupun PMDN, pada tahun 2008 investasi PMA sebesar 734,53 milyar rupiah dan investasi PMDN sebesar 2.046,20 milyar rupiah, terjadi penurunan sampai tahun 2011, dan pada tahun 2012 investasi PMA meningkat menjadi 973,87 milyar rupiah, investasi PMDN meningkat menjadi 2.451,36 milyar rupiah. Hal ini disebabkan faktor infra-struktur yang masih kurang baik terutama kondisi jalan raya yang membuat investor berfikir untuk masuk ke Kabupaten Indramayu.
6. Rata-rata persentase pengeluaran konsumsi makanan masih lebih besar dibandingkan dengan persen-tase pengeluaran konsumsi bukan makanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga di Kabupaten Indramayu masih ber-gelut untuk memenuhi kebutuhan makan.
Pembatasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mem-pengaruhi Produk Domestik Regional Bruto adalah pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran peme-rintah bidang kesehatan, konsumsi rumah tangga dan investasi. PDRB, mempunyai dampak terhadap tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan mem-punyai implikasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Dasar pertim-bangan pemilihan variable-variabel di atas adalah karena variable-variabel tersebut merupakan variable strategis, baik secara teoritis maupun fenomena praktikal.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, konsumsi rumah tangga dan investasi secara bersama-sama (simultan) maupun parsial terhadap PDRB
2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat kemiskinan
3. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengkaji dan menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran peme-rintah bidang kesehatan, konsumsi rumah tangga dan investasi secara bersama-sama (simultan) maupun parsial terhadap PDRB
2. Mengkaji dan menganalisis pengaruh PDRB terhadap tingkat kemiskinan
3. Mengkaji dan menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan terhadap IPM
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak diantaranya :
1. Secara Praktisi
a. Sebagai masukan bagi Peme-rintahan Kabupaten Indrama-yu sebagai pengambil kebi-jakan untuk meningkatkan PDRB Kabupaten, dan me-ningkatkan Indeks Pem-bangunan Manusia
b. Bagi praktisi diharapkan memberikan informasi yang berguna kepada semua pihak terutama Pemerintah Kabupa-ten Indramayu dalam perenca-naan dan pengelolaan aset pemerintah dalam meningkat-kan pertumbuhan ekonomi
c. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Indra-mayu sebagai pengambil kebijakan untuk meningkatkan investasi di daerah dalam rangka meningkatkan PDRB Kabupaten Indramayu dan penyerapan tenaga kerja
d. Dapat digunakan oleh para investor/calon investor seba-gai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi/ pengem-bangan investasi di Kabupaten Indramayu.
2. Secara Akademis
a. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi makro
b. Bagi peneliti berikutnya diha-rapkan memberikan informa-si tambahan yang berguna bagi yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai keter-
kaitan antara inflasi, penge-luran pemerintah dan kon-sumsi rumah tangga dengan PDRB serta tingkat kemis-kinan dalam rangka mening-katkan IPM.
KAJIAN TEORITIS
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum pertumbuhan ekonomi ialah proses perubahan atau kondisi perekonomian disuatu negara secara berkesinambungan yang menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi bisa diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikasi dalam suatu keberhasilan di dalam segi pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupa-kan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu Negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2006,h.64) pertumbuhan ekonomi berarti perkem-bangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masya-rakat meningkat. Sehingga partum-buhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertum-buhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Teori dibangun berdasarkan penga-laman empiris, sehingga teori dapat dijadikan sebagai dasar untuk mem-prediksi dan membuat suatu kebijakan.
Pertumbuhan ekonomi juga ber-kaitan dengan kenaikan ”output per-kapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori menge-nai pertumbuhan GDP dan teori per-tumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelas-kan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecen-derungan yang meningkat (Boediono 2009,h.1-2).
Dalam sejarah pemikiran ekono-mi, ahli-ahli ekonomi yang membahas tentang proses pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu aliran klasik, neo-klasik, Schumpeter, dan post Keynesian. Ahli ekonomi yang lahir antara abad delapan belas dan permulaan abad kedua puluh ini, lazim digolongkan sebagai aliran/kaum Klasik. Aliran/ kaum klasik ini dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu: aliran Klasik dan aliran Neo-Klasik (Sukirno 2006,h.82). Dari kedua golongan ahli-ahli ekonomi Klasik dan Neo-Klasik, sebagian besar menumpahkan perhatiannya pada ana-lisis sifat-sifat kegiatan masyarakat dalam jangka pendek, hanya sedikit sekali yang menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi. Kurangnya perhatian kedua golongan tersebut terhadap pertumbuhan ekono-mi disebabkan terutama oleh pan-dangan mereka yang diwarisi dari pendapat Adam Smith, yang berkeyakinan bahwa mekanisme pasar akan menciptakan suatu perekonomian berfungsi secara efisien.
Teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh ahli-ahli eko-nomi Klasik dan Schumpeter mene-rangkan tentang peranan sumber daya manusia dalam pertumbuhan ekono-mi. Teori Klasik menunjukkan bagai-mana perkembangan penduduk akan mempengaruhi proses pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dalam teori Schumpeter memperlihatkan peranan para pengusaha dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 2005,h.42).
Pertumbuhan ekonomi merupa-kan indikator untuk melihat keber-hasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemis-kinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masya-rakat, termasuk ke golongan penduduk miskin (Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti 2008,h.24).
Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009,h.16), menemu-kan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurun-kan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurun-kan tingkat kemiskinan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008,h.26).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalm suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto per kapita, baik dasar harga berlaku maupun dengan atas harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dengan menggunakan harga berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.
PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangun-an perekonomian di suatu wilayah. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Hadi Sasana 2006,h.32). PDRB dapat menggambar-kan kemampuan suatu daerah menge-lola sumber daya alam yang dimiliki-nya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada po-tensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Sedangkan PDRB per kapita dapat dihitung dari PDRB harga konstan dibagi dengan jumlah penduduk pada suatu wilayah.
Mudrajad Kuncoro (2005,h.24) menyatakan bahwa pendekatan pem-bangunan tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, Kabupaten, atau kota. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB. Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga ber-laku dan harga konstan. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu.
Menurut Sukirno Sadono (2006,h.20), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa meman-dang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan PDRB secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya PDRB suatu daerah ber-dampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Dan apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah barang yang berkurang.
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah meru-pakan alokasi anggaran yang disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya ke berbagai sektor atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui bermacam-macam program.
1. Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Pendididikan
Sumber daya manusia bagi suatu bangsa merupakan salah satu faktor yang menentukan pembangunan ekonomi dan sosial bangsa tersebut. Untuk itu pendidikan formal merupa-kan kebutuhan mutlak bagi masyarakat yang wajib disediakan oleh Negara. Tidak hanya untuk memperoleh penge-tahuan, norma-norma, nilai luhur dan cita-cita pun bisa sekaligus tertanam, yang ikut andil dalam pembangunan bangsa. Sampai dengan awal dasawarsa 1990-an anggaran pendidikan di banyak negara dunia ke tiga menyerap sekitar 15 - 27 persen dari total pengeluaran pemerintah, begitu pula halnya dengan Indonesia.
Saat ini pemerintah meyedia-kan anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk bidang pendidikan. Kebi-jakan ini tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialo-kasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. Hal ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perkembangan zaman. Sebab kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari tingkat pendidikan masyarakatnya.
Pendidikan yang kurang mema-dai dan tidak dikembangkan secara terus menerus tentu akan membuat suatu bangsa tidak siap bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya. Walau-pun sulit dicatat dalam dokumen statistik, perluasan kesempatan berse-kolah dalam segala tingkat telah men-dorong pertumbuhan ekonomi secara agresif melalui (Todaro 2005,h.467).
1. Terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena pengeta-huan dan bekal keterampilan yang lebih baik
2. Tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas
3. Terciptanya kelompok pimpinan yang terdidik untuk mengisi lowongan di suatu unit usaha atau lembaga
4. Terciptanya berbagai program pendidikan dan pelatihan untuk membina sikap-sikap modern
Tersedianya sumber teknologi yang efisien harus disertai dengan tersedianya sumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi terse-but. Pada akhirnya menunjukkan bahwa pendidikan merupakan investasi dalam meningkatkan produktivitas ma-nusia. Pembangunan sarana dan prasa-rana pendidikan yang baik dalam wujud nyata peran serta pemerintah dalam meningkatkan mutu dan produk-tivitas masyarakatnya.
2. Pengeluaran Pemerintah Pada Bidang Kesehatan
Kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi manusia. Manusia tidak akan dapat beraktivitas dengan baik jika mengalami gangguan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Tidak hanya bagi usia dewasa namun juga anak-anak. Sebagai Negara berkembang yang sangat rentan akan masalah kesehatan, sarana kese-hatan dan jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah.
Jika dibandingkan dengan dengan masa sebelum orde baru, maka sejak orde baru hingga saat saat ini, perkembangan dalam bidang kesehatan di Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan. Hal ini diukur dari indikator kesehatan antara lain tingkat kematian bayi, kecukupan gizi anak-anak dan remaja, kondisi sanitasi umum, jumlah dokter dan juru rawat, serta jumlah rumah sakit dan puskesmas, sudah mengalami perkembangan cukup pesat.
Undang-undang yang mengatur mengenai anggaran kesehatan adalah Undang-undnag Nomor 36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa besar ang-garan kesehatan pemerintah pusat dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota dialoka-sikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji.
Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari pendapatan nasional yang terjadi dari tahun ke tahun. Sementara itu pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen dari pendapatan nasional. Maka dalam upaya melihat peranan pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi, maka dilihat dari pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional.
Peranan pengeluaran pemerintah baik yang dibiayai melalui APBN maupun APBD khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemertintah tersebut dan distorsi pajak yang ditim-bulkannya, yang mana dalam konteks ini pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mem-pengaruhi total output (PDRB) yakni melalui penyediaan infrastruktur, barang-barang publik dan insentif pemerintah terhadap dunia usaha seperti subsidi ekspor.
Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa baik atau tidaknya hasil yang dapat dicapai oleh kebijakan pemerintah tergantung dari kualitas pemerintah itu sendiri. Apabila pemerintah tidak atau kurang efisien, maka akan terjadi pemborosan dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Jika pemerintah terlalu berkuasa dan menjalankan fungsi-fungsi ekonomi di dalam perekonomian suatu negara maka peranan swasta akan menjadi semakin kecil, para individu dan juga badan-badan usaha tidak lagi dapat melatih dirinya dalam menciptakan berbagai inisiatif secara efektif untuk mencapai keputusan yang rasional yang sangat berguna bagi pencapaian kepu-asan atau keuntungan yang maksimal. Sebaliknya pemerintah terlalu sedikit tanggung jawabnya terhadap masya-rakat, kegiatan swasta akan dapat merusak kehidupan masyarakat yaitu dapat menimbulkan adanya pembagian penghasilan yang tidak merata, timbulnya kegiatan-kegiatan monopoli, tidak ada usaha-usaha yang sangat penting untuk kepentingan umum yang diusahakan.
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolong-kan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy 2007,h.58).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari penda-patan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Menurut Rahardja (2005,h.19), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga (household consumption).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah semua pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga yang tujuannya untuk dikonsumsi selama periode tertentu dikurangi netto penjualan barang bekas. Untuk menduga pengeluaran konsumsi rumah tangga digunakan data pendukung antara lain:
1. Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan kelompok makanan dan bukan makanan
2. Indeks harga konsumen (IHK) untuk masing-masing kelompok komoditi dan jasa dari bagian statistik harga konsumen
3. Jumlah penduduk dari proyeksi hasil survey penduduk antar sensus
Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008,h.32) mengemuka-kan pertumbuhan PDRB berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga. Hal ini menunjukan bahwa setiap perubahan pada penda-patan memberi efek terhadap perubahan konsumsi. Nurhayati dan Rachman (2005,h.24) meneliti tentang faktor-faktor yang mem-pengaruhi fungsi konsumsi masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa PDRB berpenga-ruh positif pada tingkat a = 1% dengan nilai koefisien sebesar 0,403. Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang ada di mana fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat konsumsi dan tingkat pendapatan di mana jika pendapatan meningkat maka konsumsi juga akan meningkat.
Investasi
Investasi adalah sebagai penge-luaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk meng-ganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk mem-produksi barang dan jasa di masa depan. Di dalam neraca nasional atau struktur Produk Domestik Bruto (PDB) menurut penggunaannya investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal tetap domestik (domestic fixed capital formation) (Fatimah 2007,h.12).
Menurut Sukirno Sadono (2006,h.32) kegiatan investasi me-mungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan eko-nomi dan kesempatan kerja, mening-katkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan inves-tasi, yakni: (a) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agre-gat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja, (b) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi dan (c). investasi selalu diikuti oleh perkembangan tehnologi.
Tiga hal yang perlu digaris bawahi mengenai fungsi investasi, yaitu :
1. Fungsi investasi mempunyai slope yang negatif, artinya semakin rendah tingkat bunga semakin besar pula tingkat pengeluaran investasi yang diinginkan
2. Dalam kenyataan fungsi investasi sulit untuk diperoleh sebab posisi-nya sangat labil (mudah berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat). Kelabilan fungsi investasi ini akan segera dapat dipahami karena posisinya sangat tergantung pada nilai MEC dari proyek-proyek yang ada, dan bahwa MEC adalah keuntungan yang diharap-kan oleh investor
3. Perlu ditekankan adalah hubungan teori Keynes dengan kenyataan, khususnya masalah tersedianya data investasi.
Meningkatnya PDB merupakan sinyal yang baik (positif) untuk investasi dan sebaliknya. Meningkat-kan PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan permintaan terha-dap produk perusahaan. Adanya pe-ningkatan permintaan terhadap produk perusahaan akan meningkat-kan profit perusahaan dan pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Sangkyun (2007,h.21), Chiarella dan Gao (2006,h.25) bahwa GDP berpenga-ruh secara signifikan terha-dap return saham.
Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara, terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan adalah keterbatasan yang disandang seseorang, keluarga, komunitas atau bahkan negara yang menyebabkan ketidak-nyamanan dalam kehidupan, terancam-nya penegakan hukum dan keadilan serta hilangnya generasi dan suramnya masa depan bangsa dan negara. Pengertian itu merupakan pengertian secara luas, telah dikatakan kemiskinan terkait dengan ketidaknyamanan dalam hidup. Dalam segala bidang selalu menjadi kaum tersingkir karena tidak dapat menyamakan kondisi dengan kondisi masyarakat sekitarnya.
Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat bervariasi antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Kriteria untuk membeda-kan penduduk miskin dengan yang tidak miskin men-cerminkan prioritas nasional tertentu dan konsep normatif mengenai kesejah-teraan. Namun pada umum-nya saat negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah.
Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuh-an dasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku umum. Hal ini disebabkan karena adanya perbe-daan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
Menurut Badan Pusat Statistik (2012,h.56), penetapan perhitungan garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhi-tungan garis kemiskinan yang menca-kup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Sedang untuk pengeluaran kebutuhan mini-mum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, pendi-dikan, dan kesehatan. Sedangkan ukuran menurut World Bank menetap-kan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perka-pita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dibedakan antara kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif, yaitu sebagai berikut :
1. Kemiskinan absolut yaitu apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum; pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Garis kemiskinan makanan yang dimaksud adalah pengeluaran konsumsi per kapita per bulan yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari.
2. Kemiskinan relatif yaitu seseorang sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Contohnya, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada masyarakat desa yang lain.
Sharp dalam Bambang Pudjianto dan M. Syawie (2006,h.32) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi:
1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapat-an yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah
2. Kemiskinan muncul akibat perbe-daan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskri-minasi, atau karena keturunan
3. Kemiskinan muncul akibat perbe-daan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan diatas bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Yang dimaksud lingkaran kemiskinan adalah suatu lingkaran suatu rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa, sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbela-kangan, ketidaksem-purnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan ren-dahnya produktifitas. Rendahnya pro-duktifitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimpli-kasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik invetasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi berakibat pada keterbela-kangan dan seterusnya.
Santoso Imam (2012,h.24) men-jelaskan bahwa tingkat kesehatan dan pendidikan dapat mempengaruhi kemiskinan. Perbaikan di bidang kesehatan yang dilakukan pemerintah dapat meningkatkan kesehatan masya-rakat, dan anak-anak usia sekolah dapat bersekolah dan menerima pelajaran dengan baik. Tingkat pendidikan mem-buat pekerja mempunya keterampilan dan pengetahuan yang selanjutnya menyebabkan produktivitas meningkat dan pendapatannya juga meningkat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat yang kemu-dian akan menyebabkan tingkat kemis-kinannya berkurang.
Terdapat hubungan penting antara IPM dan kapasitas pendapatan produktif. Pendapatan merupakan penentu utama dan hasil dari pem-bangunan manusia. Orang miskin menggunakan tenaga mereka untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi kemiskinan akibat kurangnya pendidikan, serta gizi dan kesehatan yang buruk mengurangi kapasitas mereka untuk bekerja. Dengan demikian, akibat rendahnya IPM adalah orang miskin tidak dapat mengambil keuntungan oportunitas pendapatan produktif karena terjadinya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, penyediaan pelayanan sosial dasar merupakan unsur penting dalam penanganan kemiskinan (Santoso Imam (2012,h.26).
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Badan Pusat Statistik (2012,h.25), Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berba-sis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kese-hatan; angka melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-rata lamanya berse-kolah mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejum-lah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita.
Indeks Pembangunan Manusia digunakan untuk mengukur dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar, maka komponen dasar perhi-tungannya pun menggunakan indikator yang bersifat dampak pula. Indikator tersebut adalah: Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (AHH(eo)) untuk kemam-puan dasar umur panjang dan sehat, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah untuk kemampuan dasar berpengetahuan dan keterampilan, serta Purchasing Power Parity (PPP) untuk kemampuan dasar standar hidup layak sebagai kemampuan masyarakat dalam pengeluaran konsumsi atau daya belinya. Untuk pengukuran IPM di Jawa Barat ditambah satu komponen yaitu pengeluaran pemerintah (GE) (Yooce Yustiana 2010,h.30). Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah, Angka Harapan Hidup dan Daya Beli merupakan ukuran indikator-indikator yang bersifat dampak.
Faktor-faktor penyebab yang diduga mempenga-ruhi Angka Melek Huruf yang terpenting di antaranya adalah partisipasi sekolah masyarakat dan pengeluaran masyarakat untuk pendidikan. Sedangkan faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi Rata-rata Lama Sekolah yang terpenting di antaranya adalah daya tampung sekolah (sarana), gender, kemampuan melek huruf masyarakat dan kemampuan daya beli masyarakat untuk memperoleh pendidikan.
Faktor-faktor penyebab yang diduga dapat memengaruhi Angka Harapan Hidup (AHH) sebagai ukuran dari derajat kesehatan adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Henrik L. Blum, yaitu faktor lingkungan (45 persen), perilaku/ budaya (30 persen), pelayanan kesehatan (20 persen) dan keturunan/genetik (5 persen), ditambah dengan Tingkat Kematian Bayi (AKB) yang dimasukan sebagai salah satu faktor penyebab yang mempengaruhi AHH sebagai ukuran derajat kesehatan, ini merujuk apa yang dikemukakan UNDP bahwa tingkat kematian bayi masih cukup peka digunakan dalam mengukur derajat kesehatan untuk negara-negara yang terkategori negara berkembang.
Sedangkan faktor penyebab yang diduga mempengaruhi daya beli masyarakat di antaranya investasi, inflasi dan produktivitas tenaga kerja. Investasi merupakan salah satu deter-minan utama pertumbuhan di negara-negara berkembang, baik yang bersum-ber dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pengeluaran pemerintah juga merupakan salah satu sumber investasi, yang dibedakan atas pengeluaran rutin (current expenditure) dan pengeluaran modal (capital expenditure) atau sering pula dibeda-kan atas belanja konsumsi dan belanja publik. Kedua jenis pengeluaran ini mempunyai dampak berbeda terhadap pertumbuhan. Intervensi pemerintah jika dilakukan secara berlebihan, dapat menyebabkan sesuatu yang produktif menjadi tidak produktif. Memang investasi pemerintah yang produktif akan menaikkan produktivitas rata-rata investasi, namun investasi yang berle-bihan juga akan menyebabkan penu-runan produktivitas investasi swasta. Selain itu, investasi yang belum sepenuhnya memberikan efek langsung dalam meningkatkan kualitas dan menyerap sumber daya manusia daerah juga tidak akan terlihat dampaknya dalam pembangunan manusia.
Produktivitas tenaga kerja menggambarkan bagaimana output per unit tenaga kerja dihasilkan, semakin tinggi tingkat produktivitas setiap tenaga kerja maka diprediksi penda-patan yang diperolehnya pun akan meningkat, kondisi ini berdampak akan meningkatnya tingkat daya beli dari individu tersebut.
Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan merupakan instrumen dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya berdampak bagi peningkatan kesejah-teraannya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa pendidikan dan kesehatan yang baik memungkinkan penduduk miskin untuk meningkatkan nilai asetnya mengingat aset terpenting mereka adalah tenaga mereka. Sehu-bungan dengan itulah maka investasi pada pendidikan dan kesehatan sangat penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan mereka.
Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai investasi modal manusia (human capital investment) dan menjadi leading sektor atau salah satu sektor utama. Dari hasil penelitian Scot McDonald & Jennefer Robert (2008,h.15) dikemukakan, bahwa di negara-negara yang berpendapatan tinggi modal pengetahuan/pendidikan lebih penting dibandingkan dengan modal kesehatan. Oleh karena itu perhatian pemerintah terhadap pem-bangunan sektor ini sangat sungguh-sungguh, misalnya komitmen politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor lainnya, sehingga keber-hasilan investasi pendidikan berkore-lasi dengan kemajuan pembangunan makronya.
Pendidikan membantu mening-katkan kapasitas produksi, sehingga dapat meningkatkan output dan kon-sumsi di masa yang akan datang. Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi telah berkembang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya.
Hasil-hasil penelitian menemukan bahwa tingkat pendidikan mem-punyai dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan GDP riil sekitar 6-15 persen. Juga pendidikan mempu-nyai dampak positif yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi tapi tidak linier, yang tingkat pengembalian public education mencapai 20 persen per tahun.
Hasil Penelitian yang Relevan
Dari penelitian terdahulu ditemukan adanya faktor-faktor yang mem-pengaruhi PDRB, kemiskinan dan berimplikasi pada Indeks Pembangun-an Manusia (IPM). Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Penelitian berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi Produk Domestik Regional, Dampaknya terhadap Tingkat Kemiskinan dan Implikasi Lanjutnya terhadap IPM Di Kabupaten Indramayu merupakan suatu penelitian modifikasi dari berbagai penelitian terdahulu yang fokus utamanya pada kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia sebagai dampak dari tumbuhnya PDRB. Dengan kata lain temuan penelitian yang dilakukan adalah membuktikan pentingnya pengeluaran di bidang pendidikan, kesehatan dan tingkat konsumsi rumah tangga serta investasi, sebagai variabel determinan di dalam pengentasan kemiskinan dan perbaikan sekaligus peningkatan IPM dalam pembangunan di Kabupaten indramayu.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan ekonomi meru-pakan suatu usaha untuk meningkatkan produktifitas dari pemanfaatan sumber-daya potensial yang dimiliki oleh suatu wilayah atau suatu negara. Sumberdaya potensial dimaksud adalah sumberdaya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya financial.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi, pem-batasan masalah serta kerangka pemikiran yang telah ditetapkan, maka disusun hipotesis. Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh investasi, pengeluaran pemerintah (bidang pendidikan dan kesehatan) dan konsumsi rumahtangga secara simultan (bersama-sama) terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Indramayu.
2. Terdapat pengaruh negatif Produk Domestik Regional Bruto terhadap tingkat kemiskinan Kabupaten Indramayu
3. Terdapat pengaruh negatif tingkat kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Indramayu
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat yang meliputi 31 kecamatan, 317 desa, 1658 Rukun Warga (RW) dan 6.136 Rukun Tetangga (RT). Penelitian akan dilakukan selama 6 bulan dimulai sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2014.
Desain Penelitian
Desain penelitian yang penulis gunakan adalah Study Cross Sectional dengan dengan menggunakan jenis data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dalam bentuk time series (1985-2014).
Desain penelitian merupakan seluruh proses yang diperlukan sejak perencanaan sampai pelaksanaan pene-litian. Proses penelitian yang dilakukan sebagai berikut, (Sugiono 2005,h.23).
1. Identifikasi masalah
2. Pemilihan kerangka konseptual untuk masalah penelitian serta hubungan-hubungan dengan pene-litian sebelumnya
3. Memformulasikan masalah pene-litian termasuk tujuan dan kegunaan dan hipotesis untuk diuji
4. Memilih serta memberi definisi terhadap pengu-kuran variabel
5. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan
6. Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data
7. Membuat coding, serta mengada-kan editing dan processing data
8. Uji klasik terdiri dari uji norma-litas, uji Multikolinieritas, uji Heteroskedastisitas dan uji Autokorelasi
9. Menganalisis data
10. Interpretasi
11. Kesimpulan dan saran
Variabel dan Definisi Operasional
Berdasarkan variabel yang telah ditetapkan dalam penelitipan maka dapat dijelaskan dengan Indikatornya serta satuan dan skala yang digunakan pada variabel tersebut. Skala yang digunakan pada semua variabel adalah skala ratio yaitu skala pengukuran yang memiliki sifat interval dan nilai nol yang konkrit. Skala rasio yang dimaksud berbeda dengan penggunaan ratio sebagai bentuk pengukuran variabel yang diartikan sebagai perbandingan antara input dan output.
Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono dalam bukunya “Metode Penelitian Bisnis” (2012;h.15) mengatakan bahwa “popu-lasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mem-punyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti yang untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulaan”. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilik oleh populasi tersebut”. Teknik pengambilan sampelnya meng-gunakan Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan per-timbangan terteentu. Sampel penelitian adalah berupa data investasi, penge-luaran pemerintah bidang pendidikan, bidang kesehatan, konsumsi rumah-tangga, PDRB, kemiskinan dan IPM di Kabupaten Indramayu selama 30 tahun mulai dari tahun 1985 – 2014.
Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengum-pulan data di dalam penelitian. Instru-men dalam penelitian yang digunagan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam pengukuran variabel penelitian meru-pakan data sekunder dalam bentuk data runtut-waktu (time-series) dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2014 (30 tahun), yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Indramayu, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, buku-buku literatur, dokumentasi dan studi-studi terdahulu yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam disertasi ini.
Pengujian Instrumen Penelitian
Metode analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis mengenai pengaruh Investasi, Pengeluaran peme-rintah (bidang pendidikan dan bidang kesehatan), konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Regional Bruto, Pengaruh PDRB terhadap tingkat kemiskinan, dan Pengaruh tingkat kemiskinan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM), adalah analisis regresi linier berganda (multivariate linear regression analysis) dengan teknik Ordinary Least Square (OLS).
Teknik OLS mensyaratkan bahwa jumlah data yang digunakan harus lebih besar dari pada jumlah seluruh variabel yang dilibatkan dalam model (Gujarati 2006,h.25). Model terkompleks dalam penelitian ini adalah model pengaruh Faktor-faktor penentu PDRB. Faktor yang mem-pengaruh PDRB terdiri dari empat variabel independen yaitu : Investasi, pengeluaran pemerntah bidang pendi-dikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, dan konsumsi rumah tangga. Tiga variabel dependen yaitu PDRB, Tingkat Kemiskinan dan IPM. Dalam penelitian ini jumlah data yang digunakan adalah sebanyak 30 tahun (Periode 1985 – 2014) yang diambil per tahun, sehingga jumlah data secara keseluruhan atau n = 30.
Prasyarat penggunaan OLS dalam regresi linear adalah asumsi-asumsi klasik mengenai residu atau error term yang harus dipenuhi. Pengujian mengenai ada-tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi ini dilakukan sebelum output model dianalisis. Asumsi-asumsi yang diuji meliputi: Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi.